Minggu, 31 Oktober 2010

Persahabatan

Banyak orang yang menjalin persahabatan di bumi ini namun ada pula yang tidak paham makna dari sebuah persahabatan itu sendiri, yang ngebayarin jajan bakso, mentraktir makan, membantu meringankan beban, sering mengajak curhat atau main selalu bersama-sama dan banyak lagi hal lainnya. Apakah semuanya itu adalah yang dinamakan sahabat, munkin itu hanya bagian dari arti persahabatan.

Persahabatan budiman sama budiman tidak berkehendak kepada pertemuan setiap hari. Sebab ada orang bersahabat yang hanya bertemu sekali selama hidup, dan ada juga yang tidak pernah bertemu selama-lamanya, tetapi selalu ada hubungan bathin.

“Orang yang bijaksana, tidaklah mencari sahabat melainkan orang-orang yang panjang fikirnya, kuat agamanya, luas ilmunya, tinggi akhlaknya, lanjut akalnya, dan diwaktu mudanya hidup bergaul dengan orang-orang yang saleh. Barang siapa yang melalaikan percintaan sahabatnya, tidaklah dia akan merasai buah persaudaraan orang itu. Barang siapa memutuskan persaudaraan lantaran “ Takut Kena “, hiduplah dia tidak bersaudara. Tidaklah ada kesenangan hati yang menyamai kesenangan bersahabat, dan tidak ada kedukaan yang melebihi putus persahabatan “. ( Abu Hatim )

Kalau tidak ada sahabat, otak kacau. Kepada siapa kita akan menyatakan perasaan yang terpendam ?

Ada juga orang yang sanggup bersahabat dengan hati dan akalnya sendiri saja. Tetapi kalau dilihat dari kehidupan sehari-harinya tampak kesepian jiwanya.

Sadarkah kita, bahwa mencari sahabat lebih kita utamakan dari mencari cinta ?

Sebagaimana mencarai istri untuk teman hidup dikuatkan dengan akal, maka mencari temanpun harus di bawah kontrol akal. Sebab bersahabat hampir sama dengan perkawinan. Bedanya ialah kawin dengan perempuan adalah perkawinan badan dan roh. Adapun persahabatan adalah perkawinan roh dengan fikiran. ( HAMKA )

” Sahabat sejati adalah orang yang mau mendengar dan mengerti ketika anda mengungkapkan perasaan anda yang paling dalam. Ia mendukung ketika anda tengah berjuang. Ia menegur dengan lembut penuh kasih ketika anda berbuat salah, dan ia memaafkan ketika anda gagal. Seorang sahabat melecut anda untuk pertumbuhan pribadi, mendorong anda memaksimalkan potensi anda sepenuhnya. Adapun yang paling menakjubkan, ia merayakan keberhasilan anda seolah-olah keberhasilannya sendiri ”. ( Richard Exley, 2002 )

Asuhan Keperawatan Pada Diare

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang, dimana diare adalah penyebab penting kekurangan gizi. Ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga dia makan lebih sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan berkurang padahal kebutuhan sari makanan meningkat selama adanya infeksi. Penyebab kematian utama karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya.
Definisi Diare BAB lebih dari tiga dengan konsistensi cair (WHO, 1992)
Jenis-jenis diare
Diare sebagai epidemiologi didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak dan cair tiga kali atau lebih dalam sehari. Secara klinik dibedakan 3 macam sindroma diare, yang masing-masing mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya,

Diare cair akut
Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terpenting pada anak-anak : Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.
Disentri
Adalah diare yang disertai darah dalam tinja, akibatnya antara lain : anoreksia, penurunan berat badan secara cepat, perusakan mukosa usus karena bakteri invasive. Penyebab utama adalah Shigella, penyebab lainnya Salmonella, C. jejuni.
Diare Persisten
Adalah diare yang mula-mula bersifat akut tapi berlangsung selama 14 hari. Episode ini dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dalam jumlah banyak sehingga ada resiko dehidrasi. Penyebab : E. coli, Shigella dan Cryptosporidium. Diare persisten berbeda dengan diare kronik, yakni diare intermitten (hilang-timbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non infeksi, seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.
Epidemiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.
  • Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare; Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan, Menggunakan botol susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak membuang tinja secara benar.
  • Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare; Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak, Imunodefisiensi / imunosupressif.
  • Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak 6 – 10 bulan (pada masa pemberian makanan pendamping).
  • Variasi musiman Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan.
  • Infeksi asimtomatik kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif.
Prinsip utama pengobatan diare
  1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya/penyebabnya.
  2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada gizi.
  3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali : pada disentri yang harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat, Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.
Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
  • Cairan oralit (cairan rehidrasi oral) Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs natrium paling tidak 1 : 1. Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari. Bila memberikan oralit satu kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak digunakan dalam 24 jam harus dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah habis harus memberikan cairan rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana kesehatan untuk pengobatan.
  • Cairan rumah tangga, Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan larutan seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai diare dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan, pencahar, stimulansia seperti kopi.
Kriteria cairan rumah tangga yang diberikan pada penderita diare :
  1. Aman bila diberikan dalam jumlah banyak. Teh yang sangat manis, soft drink dan minuman buah komersial yang manis harus dihindarkan karena menyebabkan diare osmotik, memperberat dehidrasi.
  2. Mudah menyiapkan.
  3. Dapat diterima oleh penderita.
  4. Efektif.
Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :
  • Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
  • Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
  • Penderita yang tidak dapat minum.
Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :
  • Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15 ml/kgBB/jam) serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk mengganti kehilangannya.
  • Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
  • Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.
Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti, teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis). Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun.
Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri / kolera. Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa menghambat pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga menghamburkan uang.
Tanda-tanda memburuknya diare, Ibu harus membawa anaknya ke sarana kesehatan jika :
  • tinja cair keluar amat sering.
  • muntah berulang.
  • rasa haus yang meningkat.
  • tidak dapat makan dan minum seperti biasanya.
Diare yang terkait dengan penyakit lain
  1. Diare yang terkait dengan campak. Insiden meningkat pada waktu terkena campak, selama 4 minggu setelah timbulnya penyakit dan kemungkinan sampai 6 bulan sesudah episode campak. Diare yang berhubungan dengan campak seringkali berat dan lama. Karenanya imunisasi campak merupakan cara yang penting untuk mencegah diare dan kematian yang berhubungan dengan diare.
  2. Diare dengan panas Sering terjadi pada diare yang disebabkan karena rotavirus atau bakteri invasif, seperti shigella, campylobacter atau salmonella. Panas mungkin menyertai dehidrasi dan menghilang selama rehidrasi. Panas pada penderita diare mungkin pula tanda infeksi lain seperti pneumonia, malaria. Namun begitu, tidaklah tepat memberi antibiotik pada anak penderita diare hanya karena panas. Bila suhu badan anak 39oC atau lebih anak harus diobati dengan paracetamol untuk menurunkan suhu badannya atau bila panas sangat tinggi dengan mengompres kepala dan perutnya dengan air hangat.
Penyebab penurunan gizi selama diare
1. Berkurangnya masukan makanan, Merupakan akibat dari :
a. Anoreksia yang terutama terlihat pada anak disentri.
b. Muntah.
c. Menghentikan makanan karena kepercayaan tradisional untuk mengistirahatkan usus.
d. Memberikan makanan dengan nilai gizi kurang, seperti sup yang diencerkan.
2. Berkurangnya penyerapan zat makanan, Disebabkan karena :
a. Kerusakan epitel absorbsi yang mengurangi luas permukaan usus.
b. Defisiensi disakarida karena kegagalan produksi enzim oleh mikrovili yang rusak.
c. Berkurangnya konsentrasi asam empedu yang diperlukan untuk absorbsi lemak.
d. Transit makanan melalui usus yang sangat cepat menyebabkan tidak cukup waktu untuk pencernaan dan absorbsi.
3. Meningkatnya kebutuhan zat makanan, Kebutuhan zat makanan meningkat karena :
a. Kebutuhan metabolik karena panas.
b. Kebutuhan untuk memperbaiki epitel usus.
c. Kebutuhan mengganti kehilangan protein serum melalui mukosa usus yang rusak seperti pada disentri.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Asuhan Keperawatan Diare
  1. Kurangnya volume cairan
  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
  3. Risiko kerusakan integritas kulit

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

Pendahuluan
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental. Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, factor – factor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit. Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
Apa penghalang dan penghambat dalam perawatan klien resiko bunuh diri?
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide adalah diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Pengertian bunuh diri
Rentang respon perlindungan diri ( self –protective) adalah :

Adatif<...........................................................................>Maladaptif

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury Suicide
risk taking destruktive behaviour
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang d
iantaranya :
  • Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
  • Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
  • Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
  • Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
  • Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
  • Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
Penyebab Bunuh diri
  1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
  1. Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
  1. Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
  1. Penyebab lain
Ø Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
Ø Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
Ø Tangisan untuk minta bantuan
Ø Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik
Pengkajian resiko bunuh diri
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Ø Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø .Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO
SAD PERSONS
Keterangan
1
Sex (jenis kelamin)
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2
Age ( umur)
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3
Depression
35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4
Previous attempts (Percobaan sebelumnya)
65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5
ETOH ( alkohol)
65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6
Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)
Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7
Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)
Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8
Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)
Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9
No spouse ( Tidak memiliki pasangan)
Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10
Sickness
Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
  1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
  1. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
  1. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
  1. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
  2. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
  1. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
  1. Riwayat masa lalu :
Ø Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
  1. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ø Ide bunuh diri
Ø Ancaman bunh diri
Ø Percobaan bunuh diri
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Ø Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Ø Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Ø Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Pengertian : Resiko untuk mencederai diri yang mengancam kehidupan
NOC
Impulse Control, Suicide Self-Restraint
Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Indicator
  • Menyatakan harapannya untuk hidup
  • Menyatakan perasaan marah, kesepian dan keputusasaan secara asertif.
  • Mengidentifikasi orang lain sebagai sumber dukungan bila pikiran bunuh diri muncul.
  • Mengidentifikasi alaternatif mekanisme coping
NIC
Active Listening, Coping Enhancement, Suicide Prevention, Impulse Control Training, Behavior Management: Self-Harm, Hope Instillation, Contracting, Surveillance: Safety
Aktivitas keperawatan secara umum :
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
Ø Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup, dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Ø Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Ø Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Ø Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan :
    • Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
    • Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
    • Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ø Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Ø Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Ø Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Ø Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
Ø Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Ø Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ø Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Ø Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø Tidak menghakimi dan empati
Ø Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
Ø Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Ø Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
Ø Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
4. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
  • Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
  • Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
  • Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positip.
  • Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
  • Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
  • Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
  • Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
  • Explorasi perilaku alternative
  • Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
  • Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
7. Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
Ø Mengajari keluarga technique limit setting
Ø Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
Ø Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Daftar Pustaka
CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53
Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis.
Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis.

Masalah keperawatan jiwa

    A. Pengertian

    1. Gangguan psikosis akut dan sementara adalah sekelompok gangguan jiwa yang :

      • Onsetnya akut ( 2 minggu)
      • Sindrom polimorfik
      • Ada stresor yang jelas
      • Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif
      • Tidak ada penyebab organik




    B. Beberapa Gangguan Jiwa Gangguan Psikosis Akut atau Sementara

    1. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia

    (a). Onset harus akut (dari suatu keadaan non psikotik sampai keadaan psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);

    (b). Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama ;

    (c). Harus ada keadaan emosional yang beranekaragamnya ;

    (c). Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode manik atau episode depresif.





    2. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia

      • Memenuhi kriteria yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut.
      • Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas.
      • Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.




    3. Gangguan Psikotik Lir – Skizofrenia Akut

    Suatu gangguan psikotik akut dengan gejala yang stabil dan memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi hanya berlangsung kurang dari satu bulan lamanya.

    Pedoman Diagnosis

    (1).Onset psikotiknya akut (dua minggu atau kurang)

    (2). Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang 1 bulan.

    (3).Tidak memenuhi kriteria psikosis pilimorfik akut.





    4. Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham

    Gambaran klinis berupa waham dan halusinasi yang cukup stabil, tetapi tidak memenuhi skizofrenia. Sering berupa waham kejaran dan waham rujukan, dan halusinasi pendengaran.





    C. Cara Penanganan Gangguan Psikotik Akut dan Sementara

    1. Indikasi rawat nginap

    • Pemeriksaan dan perlindungan pada pasien.

    2. Farmakoterapi

    • Obat utama Antipsikotik (Haloperidol) dan Benzodiazepin.
    • Tidak dianjurkan terapi jangka panjang

    3. Psikoterapi

    • Psikoterapi individual, kelompok, dan keluarga
    • Mengatasi stresor dan episode psikotik
    • Mengembalikan harga diri dan kepercayaan




GANGGUAN WAHAM MENETAP

    A. PENGERTIAN WAHAM MENETAP

    Sekelompok gangguan jiwa dengan waham-waham yang berlangsung lama, dan merupakan satu-satunya gejala klinik yang khas atau yang mencolok serta tidak dapat digolongkan sebagai gangguan organik, skizofrenik atau afektif.





    B. DIAGNOSIS GANGGUAN WAHAM MENETAP

    (1). Gangguan Waham

    Pedoman diagnosis gangguan waham

    (1) Merupakan satu-satunya gejala atau gejala

    yang paling mencolok

    (2). Sudah berlangsung paling sedikit 3 bulan dan

    khas pribadi

    (3). Bila terdapat gejala depresi, maka gejala

    waham harus tetap ada pada saat depresinya

    hilang.

    (4) Tidak disebabkan penyakit otak, tidak

    terdapat halusinasi, dan tanpa riwayat

    skizofrenia, dan tanpa riwayat skizofrenik





    2. Gangguan Waham Menetap Lainnya

    Gangguan waham menetap yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan waham.

    Termasuk : - Gangguan waham dengan halusinasi yang

    tidak memenuhi kriteria

    skizofrenia

    - Gangguan waham menetap

    kurang 3 bulan





    C. PERJALANAN PENYAKIT GANGGUAN WAHAM MENETAP

    1. Kurang dari 25% menjadi skizofrenia

    2. Kurang dari 10% menjadi gangguan afektif

    3. 50% sembuh untuk waktu yang lama

    4. 20% hanya penurun gejala

    5. 30% tidak mengalami perubahan gejala





    6. Prognosis ke arah baik :

      • riwayat pekerjaan dan hubungan sosial yang baik
      • kemampuan penyesuaian yang tinggi
      • wanita
      • onset sebelum 30 tahun
      • onset tiba-tiba
      • lamanya sakit singkat
      • adanya faktor pencetus




    D. CARA PENANGANAN PASIEN GANGGUAN WAHAM MENETAP

    1. Indikasi rawat nginap

    • Menditeksi penyebab nonpsikiatrik
    • Mengamati kemampuan mengendalikan impuls kekerasan
    • Menstabilkan hubungan sosial/ kerja




    2. Farmakoterapi

    • Antipsikotik adalah obat terpilih untuk penanganan gangguan waham menetap
    • Mulai dengan dosis rendah anti psikotik (Haloperidol 2 mg) dan naikan bertahap.
    • Dosis maintenance biasanya rendah
    • Bila gagal dengan anti psikotik, maka dihentikan




    3. Psikoterapi

    • Terapi individual lebih efektif dari terapi kelompok
    • Terapi suportif berorientasi tilikan, kognitif, dan perilaku sering afektif.
    • Bina hubungan dan kepercayaan
    • Hindari membicarakan waham pasien, dan tidak boleh meremehkan ataupun mendukung isi waham tersebut.

    4. Terapi Keluarga

    • Target hubungan sosial yang baik.




GANGGUAN WAHAM TERINDUKSI

    A. PENGERTIAN

    • Suatu gangguan waham yang terjadi pada dua orang atau lebih, satu individu memang menderita gangguan psikotik, yang lainnya menderita waham karena terinduksi penderita pertama tadi.
    • Orang-orang yang terlibat dalam waham terinduksi ini biasanya mempunyai hubungan yang sangat erat.




    B. DIAGNOSIS WAHAM TERINDUKSI

    • Pedoman Diagnosis Waham Terinduksi

    (1) Dua orang atau lebih mengalami waham

    yang sama dan saling meyakinkan ;

    (2) Mereka mempunyai hubungan yang

    sangat erat ;

    (3) Terdapat bukti bahwa waham tersebut

    terinduksi pada orang yang pasif dari

    orang yang aktif.





  • Pedoman Diagnosis

    (1) Onset psikotiknya akut (dua minggu atau

    kurang)

    (2). Waham dan halusinasi harus sudah ada

    dalam sebagian besar waktu sejak

    berkembangnya psikotik yang jelas.

    (3). Tidak memenuhi kriteria skizofrenia

    maupun gangguan psikosis polimorfik

    akut.

    (4). Lamanya sakit kurang dari 3 bulan.





Catatan

    1. Kalau waham menetap lebih dari 3 bulan, menjadi : Gangguan waham menetap.

    2. Kalau halusinasi menetap lebih dari 3 bulan, menjadi : psikosis nonorganik lainnya.





GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

    A. PENGERTIAN

    • Suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol.
    • Onset yang tiba-tiba pada masa remaja ; fungsi pramorbid baik ; terdapat stresor yang jelas ; riwayat keluarga dan gangguan afektif.
    • Prevalensi : % ; lebih banyak pada wanita.
    • Prognosis lebih buruk dari gangguan depresif maupun bipolar ; tetapi lebih baik dari skizofrenia.




    B. DIAGNOSIS

    1. Pedoman Diagnosis Gangguan Skizoafektif

      • Gejala Skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu episode penyakit (tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif).

    2. Beberapa Tipe Skizoafektif

      • Gangguan Skizoafektif tipe Manik
      • Gangguan Skizoafektif tipe Depresif
      • Gangguan Skizoafektif tipe Campuran




C. CARA PENANGANAN

    1. Penanganan pasien gangguan

    skizoafektif meliputi : perawatan rumah

    sakit, medikasi, dan terapi psikososial.

    2. Farmakoterapi

      • Gejala manik : antimanik
      • Gejala depresi : antidepresan
      • Gejala psikotik : antipsikotik (jangka pendek)




GANGGUAN PSIKOTIPAL

A. PENGERTIAN GANGGUAN SKIZOTIPAL

    1. Gangguan skizotipal ditandai oleh perilaku

    yang eksentrik, pikiran yang aneh, dan afek

    yang menyerupai skizofrenia, tetapi tidak

    memenuhi kriteria skizofrenia.

    2. Keadaan ini terjadi pada 3 % populasi

      • Lebih sering terdapat pada keluarga

    penderita skizofrenia





    3. Gangguan ini berjalan secara kronis dengan intensitas yang fluktuatif, kadang-kadang berkembang menjadi skizofrenia.

    - Tidak terdapat onset yang pasti, dan perkembangan selanjutnya menyerupai gangguan kepribadian

    4. Suatu riwayat skizofrenia pada salah satu anggota keluarga memberi bobot tambahan untuk diagnosis ini.





    5. Gangguan ini tidak dianjurkan didiagnosis secara umum, karena tidak terdapat batas yang jelas dengan skizofrenia simpleks, gangguan kepribadian skizoid dan paranoid.

    6. Diperkirakan 10% penderita gangguan skizotipal melakukan bunuh diri.





    B. PEDOMAN DIAGNOSIS GANGGUAN SKIZOTIPAL

    I. Terdapat tiga atau lebih gejala khas tersebut di bawah ini secara terus menerus atau episodik, dan paling sedikit dua tahun lamanya.

    1. Ekspresi afektif tak wajar/ menyempit (individu tampak dingin dan tak bersahabat)

    2. Perilaku atau penampakan yang aneh, eksentrik atau ganjil.

    3. Hubungan sosial yang buruk dan tendensi menarik diri.

    4. Kepercayaan yang aneh atau pikiran yang magis.





  • Kecurigaan atau ide paranoid.
  • Pikiran obsesif yang sering dengan isi yang bersifat dismorfofobik, seksual, atau agresif.
  • Persepsi yang tak lazim, termasuk mengenai tubuh atau ilusi-ilusi lainnya, depersonalisasi, atau derealisasi.
  • Pemikiran yang samar-samar, sirkumstansial, penuh kiasan, sangat terinci dan ruwet, atau stereotipik, yang bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh tetapi tanpa inkoheren yang nyata.
  • Sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaan psikotik yang bersifat sementara dengan ilusi, halusinasi auditorik atau lainnya, dan gagasan mirip waham, biasanya tanpa provokasi dari luar.

    II. Tidak pernah memenuhi kriteria skizofrenia





    C. CARA PENANGANAN PASIEN GANGGUAN SKIZOTIPAL

    1. PSIKOTERAPI

    • Pikiran yang aneh dan ganjil dari pasien gangguan ini harus ditangani secara hati-hati.
    • Tidak boleh menertawakan aktivitas yang aneh itu.

    2. FARMAKOTERAPI

    • Antipsikotik (haloperidol) untuk gagasan mirip waham
    • Antidepresan digunakan untuk komponen depresifnya.